AYO
MENANAM JAGUNG ( Zea mays L. )
1.
SEJARAH SINGKAT
Tanaman
jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga
rumput-rumputan. Berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika melalui
kegiatan bisnis orang-orang Eropa ke Amerika. Sekitar abad ke-16 orang Portugal
menyebarluaskannya ke Asia termasuk Indonesia. Orang Belanda menamakannya mais
dan orang Inggris menamakannya corn.
2. JENIS
TANAMAN
Sistimatika
tanaman jagung adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisio : Spermatophyta
(tumbuhan berbiji)
Sub
Divisio : Angiospermae (berbiji
tertutup)
Classis : Monocotyledone (berkeping satu)
Ordo : Graminae (rumput-rumputan)
Familia : Graminaceae
Genus : Zea
Species : Zea mays L.
Jenis
jagung dapat dikelompokkan menurut umur dan bentuk biji.
a)
Menurut umur, dibagi menjadi 3 golongan:
1. Berumur
pendek (genjah): 75-90 hari, contoh: Genjah Warangan, Genjah Kertas,
Abimanyu dan Arjuna.
2. Berumur
sedang (tengahan): 90-120 hari, contoh: Hibrida C 1, Hibrida CP 1
dan CPI 2, Hibrida IPB 4, Hibrida Pioneer 2, Malin,Metro
dan Pandu.
3. Berumur
panjang: lebih dari 120 hari, contoh: Kania Putih, Bastar, Kuning,
Bima dan Harapan.
b)
Menurut bentuk biji, dibagi menjadi 7 golongan:
1. Dent
Corn
2. Flint
Corn
3. Sweet
Corn
4. Pop
Corn
5. Flour
Corn
6. Pod
Corn
7. Waxy
Corn
Varietas
unggul mempunyai sifat: berproduksi tinggi, umur pendek, tahan serangan penyakit
utama dan sifat-sifat lain yang menguntungkan. Varietas unggul ini dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu: jagung hibrida dan varietas jagung bersari bebas. Nama
beberapa varietas jagung yang dikenal antara lain: Abimanyu, Arjuna, Bromo, Bastar
Kuning, Bima, Genjah Kertas, Harapan, Harapan Baru, Hibrida C 1 (Hibrida Cargil
1), Hibrida IPB 4, Kalingga, Kania Putih, Malin, Metro, Nakula, Pandu, Parikesit,
Permadi, Sadewa, Wiyasa, Bogor Composite-2.
3.
MANFAAT TANAMAN
Tanaman
jagung sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan hewan. Di Indonesia, jagung
merupakan komoditi tanaman pangan kedua terpenting setelah padi. Berdasarkan
urutan bahan makanan pokok di dunia, jagung menduduki urutan ke 3 setelah
gandum dan padi. Di Daerah Madura, jagung banyak dimanfaatkan sebagai makanan
pokok.
Akhir-akhir
ini tanaman jagung semakin meningkat penggunaannya. Tanaman jagung banyak
sekali gunanya, sebab hampir seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk
berbagai macam keperluan antara lain:
a) Batang
dan daun muda: pakan ternak
b) Batang
dan daun tua (setelah panen): pupuk hijau atau kompos
c) Batang
dan daun kering: kayu bakar
d) Batang
jagung: lanjaran (turus)
e) Batang
jagung: pulp (bahan kertas)
f) Buah
jagung muda (putren, Jw): sayuran, bergedel, bakwan, sambel goreng
g) Biji
jagung tua: pengganti nasi, marning, brondong, roti jagung, tepung, bihun, bahan
campuran kopi bubuk, biskuit, kue kering, pakan ternak, bahan bakuindustri bir,
industri farmasi, dextrin, perekat, industri textil.
4. SENTRA PENANAMAN
Di
Indonesia, daerah-daerah penghasil utama tanaman jagung adalah Jawa Tengah, Jawa
Barat, Jawa Timur, Madura, D.I. Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara,
Sulawesi Selatan, dan Maluku. Khusus di Daerah Jawa Timur dan Madura, budidaya
tanaman jagung dilakukan secara intensif karena kondisi tanah dan iklimnya
sangat mendukung untuk pertumbuhannya.
5. SYARAT
PERTUMBUHAN
Tanaman
jagung berasal dari daerah tropis yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan
di luar daerah tersebut. Jagung tidak menuntut persyaratan lingkungan yang
terlalu ketat, dapat tumbuh pada berbagai macam tanah bahkan pada kondisi tanah
yang agak kering. Tetapi untuk pertumbuhan optimalnya, jagung menghendaki beberapa
persyaratan.
5.1.
Iklim
a) Iklim
yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung adalah daerah-daerah beriklim
sedang hingga daerah beriklim sub-tropis/tropis yang basah. Jagung dapat tumbuh
di daerah yang terletak antara 0-50 derajat LU hingga 0-40 derajat LS.
b) Pada
lahan yang tidak beririgasi, pertumbuhan tanaman ini memerlukan curah hujan
ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase pembungaan dan
pengisian biji tanaman jagung perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya jagung
ditanam diawal musim hujan, dan menjelang musim kemarau.
c) Pertumbuhan
tanaman jagung sangat membutuhkan sinar matahari. Tanaman jagung yang
ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat/ merana, dan memberikan hasil biji
yang kurang baik bahkan tidak dapat membentuk buah.
d) Suhu
yang dikehendaki tanaman jagung antara 21-34 derajat C, akan tetapi bagi pertumbuhan
tanaman yang ideal memerlukan suhu optimum antara 23-27 derajat C. Pada proses
perkecambahan benih jagung memerlukan suhu yang cocok sekitar 30 derajat C.
e) Saat
panen jagung yang jatuh pada musim kemarau akan lebih baik daripada musim
hujan, karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan biji dan pengeringan hasil.
5.2.
Media Tanam
a) Jagung
tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus. Agar supaya dapat tumbuh
optimal tanah harus gembur, subur dan kaya humus.
b) Jenis
tanah yang dapat ditanami jagung antara lain: andosol (berasal dari gunung berapi),
latosol, grumosol, tanah berpasir. Pada tanah-tanah dengan tekstur berat (grumosol)
masih dapat ditanami jagung dengan hasil yang baik dengan pengolahan tanah
secara baik. Sedangkan untuk tanah dengan tekstur lempung/liat (latosol)
berdebu adalah yang terbaik untuk pertumbuhannya.
b)
Keasaman tanah erat hubungannya dengan ketersediaan unsur-unsur hara tanaman.
Keasaman tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung adalah pH antara 5,6 -
7,5.
c)
Tanaman jagung membutuhkan tanah dengan aerasi dan ketersediaan air dalam kondisi
baik.
d) Tanah
dengan kemiringan kurang dari 8 % dapat ditanami jagung, karena disana kemungkinan
terjadinya erosi tanah sangat kecil. Sedangkan daerah dengan tingkat kemiringan
lebih dari 8 %, sebaiknya dilakukan pembentukan teras dahulu.
5.3.
Ketinggian Tempat
Jagung
dapat ditanam di Indonesia mulai dari dataran rendah sampai di daerah pegunungan
yang memiliki ketinggian antara 1000-1800 m dpl. Daerah dengan ketinggian
optimum antara 0-600 m dpl merupakan ketinggian yang baik bagi pertumbuhan
tanaman jagung.
6.
PEDOMAN BUDIDAYA
6.1.
Pembibitan
1)
Persyaratan Benih
Benih
yang akan digunakan sebaiknya bermutu tinggi, baik mutu genetik, fisik maupun
fisiologinya. Berasal dari varietas unggul (daya tumbuh besar, tidak tercampur
benih/varietas lain, tidak mengandung kotoran, tidak tercemar hama dan
penyakit). Benih yang demikian dapat diperoleh bila menggunakan benih bersertifikat.
Pada umumnya benih yang dibutuhkan sangat bergantung pada kesehatan benih,
kemurnian benih dan daya tumbuh benih.
Penggunaan
benih jagung hibrida biasanya akan menghasilkan produksi yang lebih tinggi.
Tetapi jagung hibrida mempunyai beberapa kelemahan dibandingkan varietas
bersari bebas yaitu harga benihnya yang lebih mahal dan hanya dapat digunakan
maksimal 2 kali turunan dan tersedia dalam jumlah terbatas. Beberapa varietas
unggul jagung untuk dipilih sebagai benih adalah: Hibrida C 1, Hibrida C 2,
Hibrida Pioneer 1, Pioneer 2, IPB 4, CPI-1, Kaliangga, Wiyasa, Arjuna, Baster kuning,
Kania Putih, Metro, Harapan, Bima, Permadi, Bogor Composite, Parikesit, Sadewa,
Nakula. Selain itu, jenis-jenis unggul yang belum lama dikembangkan adalah:
CPI-2, BISI-1, BISI-2, P-3, P-4, P-5, C-3, Semar 1 dan Semar 2 (semuanya jenis
Hibrida).
2)
Penyiapan Benih
Benih
dapat diperoleh dari penanaman sendiri yang dipilih dari beberapa tanaman jagung
yang sehat pertumbuhannya. Dari tanaman terpilih, diambil yang tongkolnya
besar, barisan biji lurus dan penuh tertutup rapat oleh klobot, dan tidak
terserang oleh hama penyakit. Tongkol dipetik pada saat lewat fase matang
fisiologi dengan ciri: biji sudah mengeras dan sebagian besar daun menguning.
Tongkol dikupas dan dikeringkan hingga kering betul. Apabila benih akan
disimpan dalam jangka lama, setelah dikeringkan tongkol dibungkus dan disimpan
dan disimpan di tempat kering. Dari tongkol yang sudah kering, diambil biji
bagian tengah sebagai benih. Biji yang terdapat di bagian ujung dan pangkal tidak
digunakan sebagai benih. Daya tumbuh benih harus lebih dari 90%, jika kurang
dari itu sebaiknya benih diganti. Benih yang dibutuhkan adalah sebanyak
20-30 kg untuk setiap hektar.
3)
Pemindahan Benih
Sebelum
benih ditanam, sebaiknya dicampur dulu dengan fungisida seperti Benlate,
terutama apabila diduga akan ada serangan jamur. Sedangkan bila diduga akan ada
serangan lalat bibit dan ulat agrotis, sebaiknya benih dimasukkan ke dalam
lubang bersama-sama dengan insektisida butiran dan sistemik seperti Furadan 3
G.
6.2.
Pengolahan Media Tanam
Pengolahan
tanah bertujuan untuk: memperbaiki kondisi tanah, dan memberikan kondisi
menguntungkan bagi pertumbuhan akar. Melalui pengolahan tanah, drainase dan
aerasi yang kurang baik akan diperbaiki. Tanah diolah pada kondisi lembab tetapi
tidak terlalu basah. Tanah yang sudah gembur hanya diolah secara umum.
1)
Persiapan
Dilakukan
dengan cara membalik tanah dan memecah bongkah tanah agar diperoleh tanah yang
gembur untuk memperbaiki aerasi. Tanah yang akan ditanami (calon tempat barisan
tanaman) dicangkul sedalam 15-20 cm, kemudian diratakan. Tanah yang keras
memerlukan pengolahan yang lebih banyak. Pertama-tama tanah dicangkul/dibajak
lalu dihaluskan dan diratakan.
2)
Pembukaan Lahan
Pengolahan
lahan diawali dengan membersihkan lahan dari sisa sisa tanaman sebelumnya. Bila
perlu sisa tanaman yang cukup banyak dibakar, abunya dikembalikan ke dalam
tanah, kemudian dilanjutkan dengan pencangkulan dan pengolahan tanah dengan
bajak.
3)
Pembentukan Bedengan
Setelah
tanah diolah, setiap 3 meter dibuat saluran drainase sepanjang barisan tanaman.
Lebar saluran 25-30 cm dengan kedalaman 20 cm. Saluran ini dibuat terutama pada
tanah yang drainasenya jelek.
4)
Pengapuran
Di daerah
dengan pH kurang dari 5, tanah harus dikapur. Jumlah kapur yang diberikan
berkisar antara 1-3 ton yang diberikan tiap 2-3 tahun. Pemberian dilakukan
dengan cara menyebar kapur secara merata atau pada barisan tanaman, sekitar 1
bulan sebelum tanam. Dapat pula digunakan dosis 300 kg/ha per musim tanam
dengan cara disebar pada barisan tanaman.
5)
Pemupukan
Apabila
tanah yang akan ditanami tidak menjamin ketersediaan hara yang cukup maka harus
dilakukan pemupukan. Dosis pupuk yang dibutuhkan tanaman sangat bergantung pada
kesuburan tanah dan diberikan secara bertahap. Anjuran dosis rata-rata adalah:
Urea=200-300 kg/ha, TSP=75-100 kg/ha dan KCl=50-100 kg/ha.
Adapun
cara dan dosis pemupukan untuk setiap hektar:
a)
Pemupukan dasar: 1/3 bagian pupuk Urea dan 1 bagian pupuk TSP diberikan saat
tanam, 7 cm di parit kiri dan kanan lubang tanam sedalam 5 cm lalu ditutup tanah;
b)
Susulan I: 1/3 bagian pupuk Urea ditambah 1/3 bagian pupuk KCl diberikan setelah
tanaman berumur 30 hari, 15 cm di parit kiri dan kanan lubang tanam sedalam 10
cm lalu di tutup tanah;
c)
Susulan II: 1/3 bagian pupuk Urea diberikan saat tanaman berumur 45 hari.
6.3.
Teknik Penanaman
1)
Penentuan Pola Tanaman
Pola
tanam memiliki arti penting dalam sistem produksi tanaman. Dengan pola tanam
ini berarti memanfaatkan dan memadukan berbagai komponen yang tersedia
(agroklimat, tanah, tanaman, hama dan penyakit, keteknikan dan social ekonomi).
Pola tanam di daerah tropis seperti di Indonesia, biasanya disusun selama 1
tahun dengan memperhatikan curah hujan (terutama pada daerah/lahan yang
sepenuhnya tergantung dari hujan. Maka pemilihan jenis/varietas yang ditanampun
perlu disesuaikan dengan keadaan air yang tersedia ataupun curah hujan.
Beberapa
pola tanam yang biasa diterapkan adalah sebagai berikut:
a)
Tumpang sari (Intercropping), melakukan penanaman lebih dari 1 tanaman (umur sama
atau berbeda). Contoh: tumpang sari sama umur seperti jagung dan kedelai; tumpang
sari beda umur seperti jagung, ketela pohon, padi gogo.
b)
Tumpang gilir (Multiple Cropping), dilakukan secara beruntun sepanjang tahun dengan
mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk mendapat keuntungan maksimum. Contoh:
jagung muda, padi gogo, kacang tanah, ubi kayu.
c)
Tanaman Bersisipan (Relay Cropping): pola tanam dengan cara menyisipkan satu atau
beberapa jenis tanaman selain tanaman pokok (dalam waktu tanam yang bersamaan
atau waktu yang berbeda). Contoh: jagung disisipkan kacang tanah, waktu jagung
menjelang panen disisipkan kacang panjang.
d)
Tanaman Campuran (Mixed Cropping): penanaman terdiri atas beberapa tanaman dan
tumbuh tanpa diatur jarak tanam maupun larikannya, semua tercampur jadi satu
Lahan efisien, tetapi riskan terhadap ancaman hama dan penyakit. Contoh: tanaman
campuran seperti jagung, kedelai, ubi kayu.
2)
Pembuatan Lubang Tanam
Lubang
tanam dibuat dengan alat tugal. Kedalaman lubang perlu di perhatikan agar benih
tidak terhambat pertumbuhannya. Kedalaman lubang tanam antara: 3-5 cm, dan tiap
lubang hanya diisi 1 butir benih. Jarak tanam jagung disesuaikan dengan umur
panennya, semakin panjang umurnya, tanaman akan semakin tinggi dan memerlukan
tempat yang lebih luas. Jagung berumur dalam/panjang dengan waktu panen ≥ 100 hari sejak penanaman, jarak tanamnya dibuat 40x100 cm (2
tanaman /lubang). Jagung berumur sedang (panen 80-100 hari), jarak tanamnya
25x75 cm (1 tanaman/lubang). Sedangkan jagung berumur pendek (panen < 80
hari), jarak tanamnya 20x50 cm (1 tanaman/lubang). Kedalaman lubang tanam yaitu
antara 3- 5 cm.
3) Cara
Penanaman
Pada
jarak tanam 75 x 25 cm setiap lubang ditanam satu tanaman. Dapat juga digunakan
jarak tanam 75 x 50 cm, setiap lubang ditanam dua tanaman. Tanaman ini tidak
dapat tumbuh dengan baik pada saat air kurang atau saat air berlebihan. Pada
waktu musim penghujan atau waktu musim hujan hamper berakhir, benih jagung ini
dapat ditanam. Tetapi air hendaknya cukup tersedia selama pertumbuhan tanaman
jagung.
Pada saat
penanaman sebaiknya tanah dalam keadaan lembab dan tidak tergenang. Apabila
tanah kering, perlu diairi dahulu, kecuali bila diduga 1-2 hari lagi hujan akan
turun. Pembuatan lubang tanaman dan penanaman biasanya memerlukan 4 orang (2
orang membuat lubang, 1 orang memasukkan benih, 1 orang lagi memasukkan pupuk
dasar dan menutup lubang). Jumlah benih yang dimasukkan per lubang tergantung
yang dikehendaki, bila dikehendaki 2 tanaman per lubang maka benih yang
dimasukkan 3 biji per lubang, bila dikehendaki 1 tanaman per lubang, maka benih
yang
dimasukkan
2 butir benih per lubang.
4)
Lain-lain
Di lahan
sawah irigasi, jagung biasanya ditanam pada musim kemarau. Di sawah tadah
hujan, ditanam pada akhir musim hujan. Di lahan kering ditanam pada awal musim
hujan dan akhir musim hujan.
6.4.
Pemeliharaan
1)
Penjarangan dan Penyulaman
Dengan
penjarangan maka dapat ditentukan jumlah tanaman per lubang sesuai dengan yang
dikehendaki. Apabila dalam 1 lubang tumbuh 3 tanaman, sedangkan yang
dikehendaki hanya 2 atau 1, maka tanaman tersebut harus dikurangi. Tanaman yang
tumbuhnya paling tidak baik, dipotong dengan pisau atau gunting yang tajam
tepat di atas permukaan tanah. Pencabutan tanaman secara langsung tidak boleh
dilakukan, karena akan melukai akar tanaman lain yang akan dibiarkan tumbuh.
Penyulaman bertujuan untuk mengganti benih yang tidak tumbuh/mati. Kegiatan ini
dilakukan 7-10 hari sesudah tanam. Jumlah dan jenis benih serta perlakuan dalam
penyulaman sama dengan sewaktu penanaman. Penyulaman hendaknya menggunakan
benih dari jenis yang sama. Waktu penyulaman paling lambat dua minggu setelah
tanam.
2)
Penyiangan
Penyiangan
bertujuan untuk membersihkan lahan dari tanaman pengganggu (gulma). Penyiangan
dilakukan 2 minggu sekali. Penyiangan pada tanaman jagung yang masih muda
biasanya dengan tangan atau cangkul kecil, garpu dan sebagainya. Yang penting
dalam penyiangan ini tidak mengganggu perakaran tanaman yang pada umur tersebut
masih belum cukup kuat mencengkeram tanah. Hal ini biasanya dilakukan setelah
tanaman berumur 15 hari.
3)
Pembumbunan
Pembumbunan
dilakukan bersamaan dengan penyiangan dan bertujuan untuk memperkokoh posisi
batang, sehingga tanaman tidak mudah rebah. Selain itu juga untuk menutup akar
yang bermunculan di atas permukaan tanah karena adanya aerasi. Kegiatan ini
dilakukan pada saat tanaman berumur 6 minggu, bersamaan dengan waktu pemupukan.
Caranya, tanah di sebelah kanan dan kiri barisan tanaman diuruk dengan cangkul,
kemudian ditimbun di barisan tanaman. Dengan cara ini akan terbentuk guludan
yang memanjang. Untuk efisiensi tenaga biasanya pembubunan dilakukan bersama
dengan penyiangan kedua yaitu setelah tanaman berumur 1 bulan.
4)
Pemupukan
Dosis
pemupukan jagung untuk setiap hektarnya adalah pupuk Urea sebanyak 200-300 kg,
pupuk TSP/SP 36 sebanyak 75-100 kg, dan pupuk KCl sebanyak 50- 100 kg.
Pemupukan dapat dilakukan dalam tiga tahap. Pada tahap pertama (pupuk dasar),
pupuk diberikan bersamaan dengan waktu tanam. Pada tahap kedua (pupuk susulan
I), pupuk diberikan setelah tanaman jagung berumur 3-4 minggu setelah tanam. Pada
tahap ketiga (pupuk susulan II), pupuk diberikan setelah tanaman jagung berumur
8 minggu atau setelah malai keluar.
5)
Pengairan dan Penyiraman
Setelah
benih ditanam, dilakukan penyiraman secukupnya, kecuali bila tanah telah lembab.
Pengairan berikutnya diberikan secukupnya dengan tujuan menjaga agar tanaman
tidak layu. Namun menjelang tanaman berbunga, air yang diperlukan lebih besar
sehingga perlu dialirkan air pada parit-parit di antara bumbunan tanaman
jagung.
6) Waktu
Penyemprotan Pestisida
Penggunaan
pestisida hanya diperkenankan setelah terlihat adanya hama yang dapat
membahayakan proses produksi jagung. Adapun pestisida yang digunakan yaitu
pestisida yang dipakai untuk mengendalikan ulat. Pelaksanaan penyemprotan
hendaknya memperlihatkan kelestarian musuh alami dan tingkat populasi hama yang
menyerang, sehingga perlakuan ini akan lebih efisien.
7. HAMA
DAN PENYAKIT
7.1. Hama
a) Lalat
bibit (Atherigona exigua Stein)
Gejala: daun
berubah warna menjadi kekuning-kuningan; di sekitar bekas gigitan atau bagian
yang terserang mengalami pembusukan, akhirnya tanaman menjadi layu, pertumbuhan
tanaman menjadi kerdil atau mati.
Penyebab: lalat
bibit dengan ciri-ciri warna lalat abu-abu, warna punggung kuning kehijauan dan
bergaris, warna perut coklat kekuningan, warna telur putih mutiara, dan panjang
lalat 3-3,5 mm.
Pengendalian: (1)
penanaman serentak dan penerapan pergiliran tanaman akan sangat membantu
memutus siklus hidup lalat bibit, terutama setelah selesai panen jagung; (2)
tanaman yang terserang lalat bibit harus segera dicabut dan dimusnahkan, agar
hama tidak menyebar; (3) kebersihan di sekitar areal penanaman hendaklah dijaga
dan selalu diperhatikan terutama terhadap tanaman inang yang sekaligus sebagai
gulma; (4) pengendalian secara kimiawi insektisida yang dapat digunakan antara
lain: Dursban 20 EC, Hostathion 40 EC, Larvin 74 WP, Marshal 25 ST, Miral 26
dan Promet 40 SD sedangkan dosis penggunaan dapat mengikuti aturan pakai.
b) Ulat
pemotong
Gejala: tanaman
jagung yang terserang biasanya terpotong beberapa cm diatas permukaan tanah
yang ditandai dengan adanya bekas gigitan pada batangnya, akibatnya tanaman
jagung yang masih muda itu roboh di atas tanah.
Penyebab: beberapa
jenis ulat pemotong: Agrotis sp. (A. ipsilon); Spodoptera litura,
penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis), dan penggerek buah jagung
(Helicoverpa armigera).
Pengendalian: (1)
bertanam secara serentak pada areal yang luas, bisa juga dilakukan pergiliran
tanaman; (2) dengan mencari dan membunuh ulat-ulat tersebut yang biasanya
terdapat di dalam tanah; (3) sebelum lahan ditanami jagung, disemprot terlebih
dahulu dengan insektisida.
7.2.
Penyakit
a)
Penyakit bulai (Downy mildew)
Penyebab:
cendawan Peronosclero spora maydis dan P. spora javanica serta P.
spora philippinensis. yang akan merajalela pada suhu udara 27 derajat C ke
atas serta keadaan udara lembab.
Gejala: (1)
pada tanaman berumur 2-3 minggu, daun runcing dan kecil, kaku dan pertumbuhan
batang terhambat, warna menguning, sisi bawah daun terdapat lapisan spora cendawan
warna putih; (2) pada tanaman berumur 3-5 minggu, tanaman yang terserang
mengalami gangguan pertumbuhan, daun berubah warna dan perubahan warna ini
dimulai dari bagian pangkal daun, tongkol berubah bentuk dan isi; (3) pada
tanaman dewasa, terdapat garis-garis kecoklatan pada daun tua.
Pengendalian: (1)
penanaman
dilakukan menjelang atau awal musim penghujan; (2) pola tanam dan pola
pergiliran tanaman, penanaman varietas unggul; (3) dilakukan pencabutan tanaman
yang terserang, kemudian dimusnahkan.
b)
Penyakit bercak daun (Leaf bligh)
Penyebab:
cendawan Helminthosporium turcicum.
Gejala: pada
daun tampak
bercak
memanjang dan teratur berwarna kuning dan dikelilingi warna coklat, bercak
berkembang dan meluas dari ujung daun hingga ke pangkal daun, semula bercak
tampak basah, kemudian berubah warna menjadi coklat kekuningkuningan, kemudian
berubah menjadi coklat tua. Akhirnya seluruh permukaan daun berwarna coklat. Pengendalian:
(1) pergiliran tanaman hendaknya selalu dilakukan guna menekan meluasnya cendawan;
(2) mekanis dengan mengatur kelembaban lahan agar kondisi lahan tidak lembab;
(3) kimiawi dengan pestisida antara lain: Daconil 75 WP, Difolatan 4 F.
c)
Penyakit karat (Rust)
Penyebab:
cendawan Puccinia sorghi Schw dan Puccinia polypora Underw.
Gejala: pada
tanaman dewasa yaitu pada daun yang sudah tua terdapat titik-titik noda yang
berwarna merah kecoklatan seperti karat serta terdapat serbuk yang berwarna
kuning kecoklatan, serbuk cendawan ini kemudian berkembang dan memanjang,
kemudian akhirnya karat dapat berubah menjadi bermacam-macam bentuk.
Pengendalian: (1)
mengatur kelembaban pada areal tanam; (2) menanam varietas unggul atau varietas
yang tahan terhadap penyakit; (3) melakukan sanitasi pada areal pertanaman
jagung; (4) kimiawi menggunakan pestisida seperti pada penyakit bulai dan
bercak daun.
d)
Penyakit gosong bengkak (Corn smut/boil smut)
Penyebab:
cendawan Ustilago maydis (DC) Cda, Ustilago zeae (Schw) Ung, Uredo
zeae Schw, Uredo maydis DC.
Gejala: pada
tongkol ditandai dengan masuknya cendawan ini ke dalam biji sehingga terjadi
pembengkakan dan mengeluarkan kelenjar (gall), pembengkakan ini menyebabkan
pembungkus terdesak hingga pembungkus rusak dan kelenjar keluar dari pembungkus
dan spora tersebar.
Pengendalian: (1)
mengatur kelembaban areal pertanaman jagung dengan cara pengeringan dan
irigasi; (2) memotong bagian tanaman kemudian dibakar; (3) benih yang akan
ditanam dicampur dengan fungisida secara merata hingga semua permukaan benih
terkena.
e)
Penyakit busuk tongkol dan busuk biji
Penyebab:
cendawan Fusarium atau Gibberella antara lain Gibberella zeae
(Schw), Gibberella fujikuroi (Schw), Gibberella moniliforme.
Gejala: dapat
diketahui
setelah membuka pembungkus tongkol, biji-biji jagung berwarna merah jambu atau
merah kecoklatan kemudian berubah menjadi warna coklat sawo matang. Pengendalian:
(1) menanam jagung varietas unggul, dilakukan pergiliran tanam, mengatur jarak
tanam, perlakuan benih; (2) penyemprotan dengan fungisida setelah ditemukan
gejala serangan.
8. PANEN
Hasil
panen jagung tidak semua berupa jagung tua/matang fisiologis, tergantung dari tujuan
panen. Seperti pada tanaman padi, tingkat kemasakan buah jagung juga dapat
dibedakan dalam 4 tingkat: masak susu, masak lunak, masak tua dan masak kering/masak
mati.
8.1. Ciri
dan Umur Panen
Ciri
jagung yang siap dipanen adalah:
a) Umur
panen adalah 86-96 hari setelah tanam.
b) Jagung
siap dipanen dengan tongkol atau kelobot mulai mengering yang ditandai dengan
adanya lapisan hitam pada biji bagian lembaga.
c) Biji
kering, keras, dan mengkilat, apabila ditekan tidak membekas.
Jagung
untuk sayur (jagung muda, baby corn) dipanen sebelum bijinya terisi penuh. Saat
itu diameter tongkol baru mencapai 1-2 cm. Jagung untuk direbus dan dibakar, dipanen
ketika matang susu. Tanda-tandanya kelobot masih berwarna hijau, dan bila biji
dipijit tidak terlalu keras serta akan mengeluarkan cairan putih. Jagung untuk makanan
pokok (beras jagung), pakan ternak, benih, tepung dan berbagai keperluan lainnya
dipanen jika sudah matang fisiologis. Tanda-tandanya: sebagian besar daun dan
kelobot telah menguning. Apabila bijinya dilepaskan akan ada warna coklat kehitaman
pada tangkainya (tempat menempelnya biji pada tongkol). Bila biji dipijit dengan
kuku, tidak meninggalkan bekas.
8.2. Cara
Panen
Cara
panen jagung yang matang fisiologis adalah dengan cara memutar tongkol berikut
kelobotnya, atau dapat dilakukan dengan mematahkan tangkai buah jagung. Pada
lahan yang luas dan rata sangat cocok bila menggunakan alat mesin pemetikan.
8.3.
Periode Panen
Pemetikan
jagung pada waktu yang kurang tepat, kurang masak dapat menyebabkan penurunan
kualitas, butir jagung menjadi keriput bahkan setelah pengeringan akan pecah,
terutama bila dipipil dengan alat. Jagung untuk keperluan sayur, dapat dipetik
15 sampai dengan 21 hari setelah tanaman berbunga. Pemetikan jagung untuk dikonsumsi sebagai
jagung rebus, tidak harus menunggu sampai biji masak, tetapi dapat dilakukan } 4 minggu setelah tanaman berbunga atau dapat mengambil waktu panen
antara umur panen jagung sayur dan umur panen jagung masak mati.
8.4.
Prakiraan Produksi
Produksi
jagung di suatu negara sering mengalami pasang surut. Hal ini dapat terjadi sebagai
akibat perubahan areal penanaman jagung. Namun demikian dengan ditemukannya
varietas-varietas unggul sebagai imbangan berkurangnya lahan, maka totalitas
produksi tidak akan terlalu berubah. Irigasi dan pemupukan sangat penting untuk
mendapatkan produksi yang baik. Walaupun potensi hasil cukup tinggi, cara untuk
mendapatkan produksi pada tingkat optimal yang dilakukan oleh petani, baru memberikan
hasil 17 ton/ha.
9.
PASCAPANEN
Setelah
jagung dipetik biasanya dilakukan proses lanjutan yang merupakan serangkaian
pekerjaan yang berkaitan dan akhirnya produk siap disimpan atau dipasarkan.
9.1.
Pengupasan
Jagung
dikupas pada saat masih menempel pada batang atau setelah pemetikan selesai.
Pengupasan ini dilakukan untuk menjaga agar kadar air di dalam tongkol dapat
diturunkan dan kelembaban di sekitar biji tidak menimbulkan kerusakan biji atau
mengakibatkan tumbuhnya cendawan. Pengupasan dapat memudahkan atau memperingan
pengangkutan selama proses pengeringan. Untuk jagung masak mati sebagai bahan
makanan, begitu selesai dipanen, kelobot segera dikupas.
9.2.
Pengeringan
Pengeringan
jagung dapat dilakukan secara alami atau buatan. Secara tradisional jagung
dijemur di bawah sinar matahari sehingga kadar air berkisar 9–11 %. Biasanya
penjemuran memakan waktu sekitar 7-8 hari. Penjemuran dapat dilakukan di
lantai, dengan alas anyaman bambu atau dengan cara diikat dan digantung. Secara
buatan dapat dilakukan dengan mesin pengering untuk menghemat tenaga manusia,
terutama pada musim hujan. Terdapat berbagai cara pengeringan buatan, tetapi
prinsipnya sama yaitu untuk mengurangi kadar air di dalam biji dengan panas pengeringan
sekitar 38-43 derajat C, sehingga kadar air turun menjadi 12-13 %. Mesin
pengering dapat digunakan setiap saat dan dapat dilakukan pengaturan suhu sesuai
dengan kadar air biji jagung yang diinginkan.
9.3.
Pemipilan
Setelah
dijemur sampai kering jagung dipipil. Pemipilan dapat menggunakan tangan atau
alat pemipil jagung bila jumlah produksi cukup besar. Pada dasarnya “memipil” jagung
hampir sama dengan proses perontokan gabah, yaitu memisahkan biji-biji dari
tempat pelekatan. Jagung melekat pada tongkolnya, maka antara biji dan tongkol
perlu dipisahkan.
9.4.
Penyortiran dan Penggolongan
Setelah
jagung terlepas dari tongkol, biji-biji jagung harus dipisahkan dari kotoran atau
apa saja yang tidak dikehendaki, sehinggga tidak menurunkan kualitas jagung. Yang
perlu dipisahkan dan dibuang antara lain sisa-sisa tongkol, biji kecil, biji
pecah, biji hampa, kotoran selama petik ataupun pada waktu pengumpilan.
Tindakan ini sangat bermanfaat untuk menghindari atau menekan serangan jamur
dan hama selama dalam penyimpanan. Disamping itu juga dapat memperbaiki
peredaran udara.
Untuk
pemisahan biji yang akan digunakan sebagai benih terutama untuk penanaman
dengan mesin penanam, biasanya membutuhkan keseragaman bentuk dan ukuran
buntirnya. Maka pemisahan ini sangat penting untuk menambah efisiensi penanaman
dengan mesin. Ada berbagai cara membersihkan atau memisahan jagung dari
campuran kotoran. Tetapi pemisahan dengan cara ditampi seperti pada proses
pembersihan padi, akan mendapatkan hasil yang baik.
10.
ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN
10.1.Analisis
Usaha Budidaya
Perkiraan
analisis budidaya dengan luas lahan penanaman 1 ha, jenis jagung
Hibrida
C1 pada tahun 1999 per musim tanam (3 bulan) di daerah Jawa Barat:
a) Biaya
produksi
1. Sewa 1
hektar per musim tanam Rp. 375.000,-
2. Bibit:
benih jagung 20 kg @ Rp. 15.000,- Rp. 300.000,-
3. Pupuk
- Urea:
300 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 450.000,-
- SP 36:
100 kg @ Rp.1.900,- Rp. 190.000,-
- KCl: 50
kg @ Rp. 1.650,- Rp. 82.500,-
4.
Pestisida
-
Insektisida: 2 liter @ Rp. 50.000,- Rp. 100.000,-
5. Tenaga
kerja
-
Pengolahan lahan Rp. 450.000,-
-
Penanaman: 20 OH @ Rp. 10.000,- Rp. 200.000,-
-
Penyiangan dan pembumbunan (borongan) Rp. 50.000,-
-
Pemupukan: 20 OH @ Rp. 10.000,- Rp. 200.000,-
-
Pemeliharaan lain Rp. 50.000,-
6. Panen
Rp. 150.000,-
7. Biaya
lain-lain Rp. 100.000,-
Jumlah
biaya produksi Rp. 2.697.500,-
b)
Pendapatan: 5.500 kg.@ Rp. 650,- Rp. 3.575.000,-
c)
Keuntungan bersih Rp. 877.500,-
d)
Parameter kelayakan usaha
1. Rasio
B/C = 1,325
10.2.Gambaran
Peluang Agribisnis
Berdasarkan
statistik yang ada permintaan produk jagung nasional belum dapat memenuhi
kebutuhan industri di dalam negeri. Impor jagung jumlahnya sudah cukup besar
terutama dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan industri pakan ternak yang sedang
berkembang dewasa ini.
11.
STANDAR PRODUKSI
11.1.Ruang
Lingkup
Standar
produksi tanaman jagung meliputi: standar klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan
contoh, cara uji, syarat penandaan, pengemasan dan rekomondasi.
11.2.Diskripsi
Standar
mutu jagung di Indonesia tercantum dalam Standar Nasional Indonesia SNI 01-03920-1995.
11.3.Klasifikasi
dan Standar Mutu
Berdasarkan
warnanya, jagung kering dibedakan menjadi jagung kuning (bila sekurang-kurangnya
90% bijinya berwarna kuning), jagung putih (bila sekurangkurangnya bijinya
berwarna putih) dan jagung campuran yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut.
Dalam perdagangan internasional, komoditi jagung kering dibagi dalam 2 nomor HS
dan SITC berdasarkan penggunaannya yaitu jagung benih dan non benih.
a) Syarat
Umum
1. Bebas
hama dan penyakit.
2. Bebas
bau busuk, asam, atau bau asing lainnya.
3. Bebas
dari bahan kimia, seperti: insektisida dan fungisida.
4.
Memiliki suhu normal.
b) Syarat
Khusus
1. Kadar
air maksimum (%): mutu I=14; mutu II=14; mutu III=15; mutu IV=17.
2. Butir
rusak maksimum (%): mutu I=2; mutu II=4; mutu III=6; mutu IV=8.
3. Butir
warna lain maksimum (%): mutu I=1; mutu II=3; mutu III=7; mutu IV=10.
4. Butir
pecah maksimum (%): mutu I=1; mutu II=2; mutu III=3; mutu IV=3.
5.
Kotoran maksimum (%): mutu I=1; mutu II=1; mutu III=2; mutu IV=2.
Untuk
mendapatkan standar mutu yang disyaratkan maka dilakukan beberapa pengujian
diantaranya:
a)
Penentuan adanya hama dan penyakit, baru dilakukan dengan cara organoleptik kecuali
adanya bahan kimia dengan menggunakan indera pengelihatan dan penciuman serta
dibantu dengan peralatan dan cara yang diperbolehkan.
b)
Penentuan adanya rusak, butir warna lain, kotoran dan butir pecah dilakukan dengan
cara manual dengan pinset dengan contoh uji 100 gram/sampel. Persentase
butir-butir warna lain, butir rusak, butir pecah, kotoran ditetapkan berdasarkan
berat masing-masing komponen dibandingkan dengan berat contoh analisa x 100 %
c)
Penentuan kadar air biji ditentukan dengan moisturetester electronic atau “Air Oven
Methode” (ISO/r939-1969E atau OACE 930.15). Penentuan kadar aflatoxin adalah
racun hasil metabolisme cendawan Aspergilus flavus, Aflatoxin disini adalah
jumlah semua jenis aflatoxin yang terkandung dalam biji-biji kacang tanah.
11.4.Pengambilan
Contoh
Contoh
diambil secara acak sebanyak akar pangkat dua dari jumlah karung maksimum 30
karung dari tiap partai barang, kemudian dari tiap-tiap karung diambil contoh
maksimum 500 gram. Contoh-contoh tersebut diaduk/dicampur sehingga merata,
kemudian dibagi empat dan dua bagian diambil secara diagonal. Cara ini dilakukan
beberapa kali sampai mencapai contoh seberat 500 gram. Contoh ini disegel dan diberi
label untuk dianalisa, berat contoh analisa 100 gram.
11.5
Pengemasan
Pengemasan
dengan karung harus mempunyai persyaratan bersih dan dijahit mulutnya, berat
netto maksimum 75 kg. dan tahan mengalami “handling” baik waktu pemuatan maupun
pembongkaran.
Di bagian
luar karung (kecuali dalam bentuk curah) ditulis dengan bahan yang aman yang
tidak luntur dan jelas terbaca antara lain:
a)
Produce of Indonesia.
b) Daerah
asal produksi.
c) Nama
dan mutu barang.
d) Nama
perusahaan/pengekspor.
e) Berat
bruto.
f) Berat
netto.
g) Nomor
karung.
h)
Tujuan.
12.
DAFTAR PUSTAKA
a) AAK.
(1993). Teknik Bercocok Tanam Jagung. Yogyakarta. Kanisius.
b) Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (1998). Budidaya Kedelai dan Jagung. Palangkaraya.
Departemen Pertanian.
c)
Capricorn Indo Consult. (1998). Studi Tentang Agroindustri & Pemasaran JAGUNG
& KEDELAI di Indonesia.
d) Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (1988). Jagung Bogor. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian
e)
Saenong, Sania. (1988). Teknologi Benih Jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan. Bogor. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian.
f)
Sutoro; Yogo Sulaeman; Iskandar. (1988). Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pangan. Bogor. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
g)
Warisno (1998). Budidaya Jagung Hibrida. Yogyakarta. Kanisius. Jakarta,
Februari 2000
Sumber :
Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, Proyek PEMD, BAPPENAS
Comments
Post a Comment