Pemerintah
akan melakukan pengawasan terhadap penerapan Permentan no 26 tahun 2007 pasal
11 tentang kewajiban membangun kebun untuk masyarakat sekitar paling rendah seluas 20%
dari total luas areal kebun yang diusahakan. Di dalam Permentan disebutkan pembangunanya dapat dilakukan dengan
pola kredit, hibah atau bagi hasil. Pembangunan kebun untuk masyarakat ini
dilakukan bersamaan dengan pembangunan kebun perusahaan dan rencana pembangunan
kebun untuk masyarakat harus diketahui bupati/walikota.
Menurut
Dirjen Perkebunan, Gamal Nasir Permentan ini berlaku bagi seluruh perkebunan
setelah tahun 2007. Sedangkan untuk
perkebunan yang sudah memiliki HGU sebelum tahun tersebut tetap diwajibkan
untuk bermitra dengan masyarakat melalui CSR berdasarkan UU perseroan. Namun
pada saat perpanjangan HGU, aturan plasma 20 persen tersebut tetap dikenakan
pada perusahaan tersebut.
Pembangun
kebun masyarakat tidak harus dilaksanakan di
areal HGU milik perusahaan, karena kalau seperti ini maka masyarakat bisa
menuntut kebun-kebun yang HGUnya sudah tertanami semua. Perusahaan bisa membangun kebun
masyarakat di luar HGU atau dilahan milik masyarakat dengan pola apa saja yang penting minimal 20% bisa tercapai.
Hal
ini akan memudahkan perusahaan untuk membangun kemitraan. Masyarakat sekitar
kebun juga mendapat manfaat dari adanya perusahaan perkebunan sebab lahan
mereka bisa dibangunkan kebun sawit. Tetapi kalau ada perusahaan yang sedang
membangun dan menyisihkan 20% dari luar HGUnya untuk kebun kelapa sawit
masyarakat hal itu lebih bagus.
Gamal
menegaskan, pada tahun 2014, setiap perusahaan kelapa sawit wajib memiliki
sertifikat ISPO. Dan salah satu hal yang akan dievaluasi dalam penilaian ini
adalah soal pembangunan plasma. “Selain itu pemerintah akan melakukan pengawasan terhadap
pembangunan plasma dan menindak tegas perusahaan yang tidak membangun
kebun-kebun tersebut dengan baik dengan luasan sesuai dengan ketentuan”
ungkapnya.
Comments
Post a Comment