Luwak
dalam beberapa tahun terakhir menjadi salah satu hewan yang cukup populer dan
paling dicari, baik di Indonesia maupun di sejumlah negara lainnya. Bukan
karena bentuknya yang unik, ataupun keberadaannya yang langka, melainkan karena
kemampuannya mengubah kopi menjadi berharga.
Tidaklah
mengherankan jika pengusaha yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia
berlomba-lomba untuk beternak luwak. Hewan ini berguna untuk membuat kopi
luwak, yang harganya sangat menggiurkan.
Biasanya,
luwak tersebut ditangkap atau dibeli dari tangan para pemburu luwak. Luwak yang
sudah ditangkap tersebut dimasukkan ke dalam kandang khusus, dan diberikan
makanan kopi. Kopi yang berasal dari kotoran luwak tersebutlah yang nantinya
diolah menjadi kopi yang harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan kopi
biasa.
Namun,
tidak demikian di Kabupaten Kerinci. Kopi luwak yang diproduksi di Kabupaten
Kerinci, bahan bakunya tidak diambil dari kotoran luwak yang ada di kandang
ataupun dari peternakan luwak. Asalnya dari kopi kotoran luwak liar yang ada di
hutan.
Hal
inilah yang diyakini membuat rasa dan aroma kopi luwak dari Kabupaten Kerinci
lebih bagus dibandingkan kopi luwak yang diproduksi oleh daerah lain. Kopi
luwak ini memang mempunyai keistimewaan kalau dibandingkan kopi lain pada
umumnya.
Pembuat
kopi luwak di Kerinci, Nini, mengaku kopi yang digunakannya berasal dari daerah
Renah Pemetik. Kopi tersebut dibelinya dari warga setempat, yang mencarinya
langsung di dalam hutan di sekitar areal perkebunan kopi mereka.
"Luwak
liar hanya akan memakan kopi yang benar-benar sudah matang dan bagus sehingga
kopi luwak yang dihasilkan dari luwak liar lebih enak dan berkualitas,"
ujarnya, saat ditemui Tribun di lokasi pameran hasil industri Kabupaten Kerinci di Gedung
Nasional Sungaipenuh, Senin (11/3/2013).
Menggunakan
kopi dari luwak ternak, katanya, prosesnya kurang maksimal. "Kadang luwak
tersebut sedang kenyang, tetapi tetap dipaksa makan sehingga
pencernaannya tidak bagus, dan kopi yang dihasilkannya tidak sempurna,"
katanya.
Butuh
waktu yang cukup lama untuk membuat kopi luwak yang enak dan kebersihannya
terjamin. Proses pencuciannya saja harus diulang tujuh kali, yang dilakukan
menggunakan air yang mengalir.
"Setelah
kopi kotoran luwak tersebut dicuci bersih, kemudian dikeringkan dengan cara
dijemur pada terik matahari. Setelah itu baru disangrai dan kemudian digiling
halus. Semua proses tersebut harus dilakukan dengan hati-hati dan menggunakan
cara khusus," papar Nini.
Dalam
satu bulan, Nini mengaku hanya memproduksi 1.000 bungkus kopi luwak. Minimnya
produksi tersebut karena minimnya bahan baku. "Kita selalu mengutamakan
kualitas. Kita tidak akan membeli kopi luwak jika luwaknya bukan luwak
liar," kata warga Pendung Hilir, Kecamatan Air Hangat, ini.
Dia
mengaku termotivasi untuk menciptakan kopi luwak ini karena melihat besarnya
potensi produksi kopi di Kabupaten Kerinci. "Kerinci merupakan salah satu
daerah yang menjadi penghasil kopi terbesar di Provinsi Jambi. Sangat rugi jika
potensi ini tidak dimanfaatkan," ungkapnya. Selain membuat kopi luwak,
Nini juga memproduksi kopi biasa.
Untuk
pemasaran, wanita berjilbab ini mengaku tidak mengalami kesulitan karena kopi
luwak yang diproduksinya juga tidak terlalu mahal sehingga banyak warga yang
mencarinya. "Untuk pemasaran masih di Jambi dan Sumbar," akunya.
Untuk
informasi, satu kilogram kopi luwak yang diproduksi oleh Nini, dengan merek
Sultan Kerinci, hanya dijual Rp 180.000. "Harganya sangat murah jika
dibandingkan dengan kopi luwak yang diproduksi daerah lain," kata anggota
DPR RI, Selina Gita, saat meninjau stan pameran kopi luwak Kerinci.
Politisi
muda dari Partai Golkar ini meminta kepada warga untuk mempertahankan produksi
kopi luwak tersebut. "Ini sangat unik. Kalau bisa harganya jangan
dinaikkan dulu," katanya, sambil melihat kemasan kopi luwak tersebut. (Tribun
Jambi/edi januar)
Sumber :
Editor :
Erlangga Djumena
Comments
Post a Comment