Lalu
lalang berita di persimpangan ini mengimbangi tergesanya langkah menghindari
kehendak matahari. Seperti lalu lalangnya hati dalam sebuah kota sederhana terakhir
yang kusinggahi, senja ini.
Kemilau
warna langit yang tak terbaca di memori mataku, membawa inginku berdiam disini,
masih di persimpangan ini, diantara lelaki dan wanita yang tak kukenali.
Riuh redam
bahasa yang berhamburan dari mulut yang anggun, menenggelamkan suara azan dari
pucuk menara yang entah dimana. Masih ada seribu alasan mereka bertahan di
jalanan.
Bersama
angin lembut yang membilas daun telinga itu. Mengapa sejuk tak hinggap di
relung kalbu?
Sebuah
kota di sebuah senja, seperti air dalam bejana yang terbawa sebuah kereta kuda.
Entah dalam rupa apa, bahkan tanpa warna.
Kota ini
membuat aku mengerti, kadang kita harus menepi pada kulit-kulit globalisasi.
Dan senja
ini, membuatku menyimpan tanya, tentang jiwa-jiwa tanpa makna.
(spn,
21122012)
Comments
Post a Comment