oleh dr Ronaldi Noor (5 Agustus 2011)
Awal Ramadhan
Saya masih ingat bayi mungil itu masuk ke ruang perawatan bayi ini 4 hari yang lalu. Saya sendiri yang menerimanya. Dari anamnesis dengan sang ayah, diketahui bahwa ia adalah anak ke tiga. Bayi tak berdaya itu terpaksa dikeluarkan dari perut sang bunda 10 minggu sebelum taksiran melahirkan. 30 minggu, adalah waktu yang sangat tidak tepat untuknya mengenali dunia. Belum sanggup organ-organnya berinteaksi dengan lingkungan luar. Di umur begitu dia masih butuh asupan gizii dan belaian dari sang bunda. Tapi, dunia memang kejam Nak. Kau harus segera berpisah dengan Bundamu, karena tiba-tiba kontraksi itu datang, sepertinya kau 'meminta' keluar. Mau tak mau, bunda dan dirimu sendiri harus diselamatkan. Tak ada cara lain, kau mesti dikeluarkan saat itu juga. Sectio Caesaria mengakhiri masa indahmu di rahim itu. Dan lahirlah dirimu, menatap pekat dan kejamnnya dunia. Saat itu, kau pun tidak menangis. Kulitmu tidak merah dan segar. Beratmu hanya 1,4 kg. Sangat jauh dari berat badan bayi normal. Beberapa saat kemudian, kaupun merintih. Megap-megap meminta oksigen. Tak lama kau pun sesak nafas, karena paru-parumu belumlah matang. Tak sanggup menarik oksigen dengan sempura.
Dalam hati saya bertekad, bayi ini harus selamat. Harus! Pernah beberapa bayi dengan berat badan lebih kecil bisa selamat selama perawatan dan pulang dengan senyum kedua orang tuanya.
Dalam kondisi seperti itulah saya menerimanya. Setelah dilakukan pemeriksaan darah dan pemeriksaan lain, kami tegakkanlah diagnosis buat si bayi. Kepada sang ayah yang mengantar dijelaskan pula mengenai kondisi bayi, kemungkinan-kemungkinan yang akan bisa terjadi pada anak, komplikasi dan lain sebagainya. Untung sang ayah sangat kooperatif dan sabar. Sehingga kamipun lebih tenang menghadapinya.
3 hari kemudian, tepat tanggal 3 ramadhan. Saya kembali mendapat giliran jaga malam. Ow, saya dengar sang bayi tidak banyak kemajuan, malah memburuk. Beberapa kali dia mengalami apneu. Apneu prematurity. Suatu kondisi dimana seorang bayi 'lupa' bernafas, sehingga kebutuhan oksigen organ-organnya tidak adekuat. Saturasi oksigen di monitorpun otomatis menurun. Beberapa kali resusitasi (bantuan dasar untk life saving) dilakukan.
Selama saya jaga bersama seorang senior itu, kondisi si bayi mungil semakin memburuk. Beberapa kali dia muntah darah, sehingga transfusi pun terpaksa kami lakukan. Beberapa kali dia apneu, sehingga beberapa kali di resusitasi manual. Sampai pada detik itu, sewaktu saya sedang mengambil darah pasien lain, tiba-tiba seorang perawat menyeru,
"Dok, bayinya tiba-tiba diam..!!"
Sontak saya mengalihkan perhatian, dan segera mendatangi incubator sang bayi. Oh nooo.... dia benar-benar apneu, sianosis, dan tidak bergerak lagi. Segera saya dengar detak jantuungnya.Nol. Segera saya meinta tolong perawat mengambil alat resus, adrenalin dan memangggilkan senior saya. Mulailah kami meresusitasi. Nafas dibantu, jantung dipijat, dan obat pacu jantung juga dimasukkan. 1 menit: detak jantung tetap tidak ada, Saturasi tidak terbaca. 5 menit: masih belum ada denyut jantung. Adrenalin sudah 2x. Kamipun segera menelpon sang bapak.\
"Dimana, Pak"
'saya lagi di rumah, mau mandi'
"Bisa ke RS sekarang, anak bapak sedang kritis'
"Iya,dok".
Telpon diputus.
Sekitar 20 menit, kami terus meresusitasi dengan hasil tetap tidak ada denyut jantung, usaha nafas tida ada dan saturasi sama sekali tidak terbaca. Sampai-sampai kami akan memutuskan vonis menninggal.
Sampai keajaiban itupun datang.
TIba-tiba sosok sang ayah masuk dengan tergesa-gesa ke ruang bayi dan mendekati kami. Dan apa yang terjadi?? Tiba-tiba jantung sang bayi berdetak, dan saya dapat melihat dengan sangat jelas di dinding dadanya yang tipis itu. Saya pun kemudian memastikan dengan stetoskop. Allahuakbar.!!! Allah Maha Besar. Saya benar-benar mendengar detak indah itu. Untuk meyakinkan, senior saya pun mendengarkan, dan pendengaran kami tidak salah. Jantung yang 20 menit tidak berdetak itu, benar-benar kembali berdenyut!! Suatu yang sangat mustahil dalam dunia kedokteran yang selama ini kami geluti..
Kami akhirnya meneruskan resusitasi. Tak lama kemudian saturasinya mulai terbaca, bahkan sampai 95%. Subhanallah.. kami terus memberikan bantuan nafas, sampai akhirya pijat jantung tak lagi dilakukan karena denyut jantung sudah bagus. Hanya ventilasi ttekanan positif alias mengambu yang dilakukan. Bergantian kami meresusitasi di malam itu. Dari jam 12 malam sampai jam 4 subuh. Di saat orang-orang menikmati tidurnya.
Menjelang sahur, ternyata kondisi bayi semakin memburuk. Sebuah perjuangan untuk kehidupan yang sungguh luar biasa. Sampai akhirnya kami harus mengalah pada malaikat maut yang mungkin sudah dari tadi mengintai-intai sang bayi mungil itu. Kami pun merelakan kepergiannya.
Selamat jalan, Nak. Surga sudah menantimu di malam kudus itu..
Dengan ujung mata saya melirik. Sang ayahpun tak sanggup menahan air mata.
Saya sesaat tercenung. Betapa kuatnya hubungan batin seorang anak dengan seorang ayah. 1 menit saja jantung berhenti berdetak, rasanya kematianlah yang akan segera menghampiri. Itu yang kami pelajari selama ini. Tapi bayi luar biasa ini? Lebih 20 menit jantung nya berhenti, namun ketika sang ayah mendekat dia kembali berdenyut.. Seakan dia rindu pada sang ayah, seakan mau bercakap dan berpesan pada sang ayah bahwa dia mau hidup.
Logika medis apa yang bisa menjelaskan semua ini? Ilmu pengetahuan manusia mana yang sanggup menjelaskan?
Hanya Allah Sang Pemilik Segala. Tak ada yang tak mungkin bagiNya.
Di malam ke 4 ramadhan itu kami belajar. Belajar dari seorang bayi mungil. Belajar tentang hidup yang harus diperjuangkan. Belajar tentang ketegaran. Betapa kuasanya Dia. Allahuakbar. Betapa semua fenomena tidak bisa kami jelaskan dengan logika yang terbatas ini. Betapa kami begitu sombong selama ini dengan ilmu yang tidak sekuku.
Kami belajar betapa kuatnya ikatan orang tua dengan seorang anak yang baru mengenal dunia. Kami juga belajar tentang keikhlasan dari sang Ayah. Ayah yang begitu sabar ketika harus bolak-balik menebus resep, bolak-balik mengambil hasil labor, dan begitu sabar mengikhlaskan sebuah kepergian.
Huft...Semoga semua ini melepaskan kita dari jerat-jerat kesombongan, dan mampu menghargai setiap nyawa. Dan memahami betapa seorang orang tua mempunyai cinta yang tak terbatas pada si buah hati. Cinta yang takkan pernah bisa kau ganti. Bahkan dengan dunia dan seisinya. Cinta...
Padang, Ramadhan 1432 H
Comments
Post a Comment