SEJARAH NEGERI JAMBI





Zaman Prasejarah
1. Zaman Batu Tua (Paleolithikum)
Zaman ini diperkirakan berlangsung selama 600.000 tahun SM, yaitu selama kala Pleistocen (Dilluvium). Manusia pada zaman ini hanya menggunakan alat yang ada di sekitar kehidupannya seperti kayu, bambu, batu dan lain sebagainya. Mereka menggunakan batu yang masih kasar untuk memotong bintang hasil buruannya. Cara hidup masih berpindah-pindah (nomaden) dimana pada masa ini di Jambi belum terdapat kebudayaan yang berarti.

2. Zaman Batu Tengah (Mesolithikum)
Pada zaman mesolithikum, kehidupan manusia tidak jauh berbeda dengan zaman paleolithikum yaitu berburu, mengumpulkan makanan dan menangkap ikan (food gathering). Dimana perbedaan di kedua masa ini adalah manusia purba sudah menetap dimana tepi-tepi sungai dan gua-gua yang tersebar di Propinsi Jambi menjadi tempat menetap mereka. Para ahli Ilmu Purbakala menyebutkan bahwa zaman ini berlangsung selama kurang lebih 20.000 tahun SM.

3. Zaman Batu Muda (Neolithikum)
Pendukung zaman neolithikum ialah bangsa serumpun dengan Bangsa Austronesia yang datang secara bergelombang dari daratan Asia Tenggara. Peninggalannya berupa alat perkakas yang terbuat dari batu, seperti mata tombak, dan pisau yang banyak ditemukan di beberapa gua di Jambi bagian hulu dan disekitar danau Kerinci, Awal perpindahan itu diperkirakan pada tahun 2000 SM.

4. Zaman Batu Besar (Megalithikum)
Disamping kebudayaan Neolithikum dan kebudayaan logam, pada masa itu juga terdapay zaman yang memiliki kebudayaan yang menghasilkan bangunan-bangunan yang terdiri dari batu yang berukuran besar yang dikenal sebagai kebudayaan Megalithikum. Hal ini seperti dikatakan oleh Drs.R. Sukmono yang menyatakan bahwa "Kebudayaan megalithikum adalah kebudayaan yang timbul setelah kebudayaan Dongson, tetapi kebudayaan megalithikum di Indonesia bisa dimasukkan kebudayaan Dongson sebagai salah satu cabangnya."
Peninggalan kebudayaan megalithikum banyak diketemukan di kabupaten Kerinci, Merangin dan daerah bagian huluan Provinsi Jambi. Peninggalan tersebut berupa bangunan-bangunan batu besar terutama silindrik dan menhir. Dimana keberadaan batu besar tersebut sudah menggunakan ornamen hias.

5. Zaman Budhis
Perkembangan kebudayaan pada zaman ini di jambi lahir karena erat kaitannya dengan kebutuhan upacara keagamaan atau persembahan terhadap dewa yang telah memberikan kehidupan. Bangunan-bangunan ini seperti candi, patung dan sebagainya.
Peninggalan-peninggalan kebudayaan pada zaman ini di Jambi banyak diketemukan di sepanjang aliran sungau Batanghari. Menurut sejarah yang diketemukan, peta yang dibuat oleh Claudius Ptolomeus telah diterangkan nama Malei Colon yang letaknya di ujung tanah semenanjung, dimana masa itu tercatat adalah pada 1 Masehi. Pada abad ke-5 dalam catatan sejarah dikenal naa Suwarnadwipa (Pulau Emas) dan pada saat itu hanya terdapat satu nama kerajaan yaitu Kuntala atau Kantoli yang diketahui didirikan oleh seorang penganut Budha dar Gandhara, India Selatan. Pusat Kerajaan ini diperkirakan berada didekat perbatasan Jambi dan Riau.
Catatan Cina selanjutnya menyebut nama Melayu dengan pusat pemerintahannya di tepi sungai Batanghari. Akan tetapi pada catatan Cina selanjutnya yaitu pada setengah abad kemudian diketahui bahwa kerajaan Melayu tersebut adalah Sriwijaya. hal ini diperkuat dengan penemuan-penemuan arkeologis yang diketemukan baik seperti prasasti maupun candi-candi peninggalan kerajaan Sriwijaya. Namun jumlah peninggalan sejarah ini tidak sebanyak di Pulau jawa hal ini disebabkan oleh letak geografis pusat-pusat kerajaan seperti Sriwijaya, Tulang Bawang, dan Kerajaan Melayu Tua berada di tepian pantai Sumatera. Dimana bangunan-bangunan pusat kerajaan dibuat dar batu bata dan kayu bukan dengan batu alam, selain itu ditinjau dari letak geografis Jambi dimana pada masa itu tidak seperti masa sekarang dimana penelitian Morfologi yang dilakukan pada tahun 1954 menyimpulkan pantai timur Sumatera pada abad ke VII telah bergeser sejauh 70 Km ke arah timur. daerah Pantai Jambi ini dahulu diperkirakan menjorok hingga ke Muaro Tembesi. Pembuktian ini dapat kita lihat dari penemuan kulit kerang di wilayah kota Jambi pada kedalaman 20 m. Dengan demikian diperkirakan banyak peninggalan-peninggalan pada masa itu tertimbun tanah karena pergeseran alam.

6. Zaman Islam
a. Kerajaan Melayu
Di Pulau Sumatera, Propinsi Jambi merupakan bekas wilayah Kesultanan islam Melayu Jambi (1500-1901). Kesultanan ini memang tidak berhubungan secara langsung dengan 2 Kerajaan Hindu-Budha pra Islam. Dimana pada sekitar abad ke 6 hingga awal ke 7 Masehi berdiri Kerajaan Melayu Tua di Muara Tembesi. Dimana kerajaan ini bersaing dengan Kerajaan Sriwijaya hingga pada abad ke 11 M setelah Sri Wijaya mulai pudar dimana ibukota dipindahkan ke Jambi dan disebut dengan Kerajaan Melayu Muda atau Dharmasraya di Muara Jambi. Tahun 1278 Ekspedisi Pamalayu yang dilakukan oleh Kerajaan Singasari dimana kerajaan ini berhasil dikuasai dan puteri dari Raja Melayu dinikahkan dengan Raja Singasari yang menghasilkan Putera yang bernama Adityawarman yang setelah cukup umur dinobatkan sebagai raja kerajaan Melayu hingga pusat kerajaan dipindahkan ke Pagaruyung sekitar tahun 1347.
Sultan Thaha Syaifudin merupakan Sultan Jambi, Kesultanan Jambi. Beliau sendiri lahir di Betung, Jambi pada tahun 1816 dan wafat pada tanggal 26 April 1904 dan dimakamkan di Muara Tebo, Jambi. Beliau berkedudukan di Keraton Tanah Pilih Jambi pada pertengahan tahun 1816, dimana pada masa kecil beliau dipanggil dengan nama Raden Thaha Ningrat dan merupakan Sultan yang rendah hati dan peduli terhadap rakyatnya. Setelah pecahnya pertempuran Sungai Aro dimana Raja Sungai Aro berhadapan dengan Belanda, keberadaan Sultan Thaha Syaifudin tidak diketahui lagi kecuali oleh pembantunya hingga akhirnya beliau wafat dan dimakamkan di Muara Tebo, Jambi.

b. Kesultanan Jambi
"Tanah Pilih Besako Betuah" dimana seloka ini ditulis di lambang Kota Jambi. Dimana menurut orangtua-tua pemangku adat Melayu Jambi, kononnya Tuanku Ahmad Salim dari Gujarat berlabuh di selat Berhala, Jambi dan mengislamkan orang-orang Melayu disitu. Beliau membangun pemerintahan baru dengan dasar Islam dengan gelar Datuk Paduko Berhalo dan menikahi seorang puteri Minangkabau bernama Putri Selaras Pinang Masak.
Menurut legenda Orang kayo Hitam dan Puteri Mayang Mangurai beserta pengikutnya membangun kerajaan di Sungai Batanghari yang kemudian disebut dengan "Tanah Pilih" yang menjadikan kerajaan dan pusat pemerintahan (Kota Jambi) sekarang ini.

Sejarah Berdirinya Propinsi Jambi
Dengan berakhirnya masa Kesultanan Jambi menyusul gugurnya Sultan Thaha Syaifudin pada tanggal 27 April 1904 dan berhasilnya Belanda menguasai wilayah-wilayah Jambi maka Jambi ditetapkan sebagai karisidenan dan masuk kedalam wilayah Nederlandsch Indie.Dimana residen Jambi pertama ialah O.L Helfrich yang diangkat bberdasarkan keputusan Gubernur Jenderal Belanda No.2 tanggal 14 Mei 1906. Kekuasaan Belanda di Jambi berlangsung selama kurang lebih 36 Tahun lamanya karena pada sekitar tahun 1942 berlangsung peralihan kekuasaan ke tangan Jepang. Pada saat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 Sumatera menjadi sebuah propinsi dimana Medan menjadi ibukotanya dan MR Muhamad Hassan sebagai Gubernurnya. Pada tanggal 18 April 1946 Komite Nasional Indonesia Sumatera bersidang di Bukit Tinggi memutuskan Propinsi Sumatera terdiri dari tiga sub Propinsi yaitu sub Propinsi Sumatera Utara, Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan. Dimana sub Propinsi Sumatera Tengah mencakup karisidenan Sumatera Barat, Riau dan Jambi. Terjadi tarik menarik Karisidenan Jambi untuk masuk ke Sumatera Selatan dan Sumatera Tengah. melalui undang-undang nomor 101 tahun 1948 ditetapkan sebagai propinsi. Menyusul UU No.61 tahun 1958 dan diteruskan pada tanggal 19 Desember 1958 Mendagri Sanoesi Hardjadinata mengangkat dan menetapkan Djamin gr. Datuk Bagindo sebgai Residen Jambi. Selanjutnya melalui peraturan daerah nomor. 1 tahun 1970 menjadi hari lahir Propinsi Jambi.

Sumber : www.anjungantmii.com

Comments