Pengalaman Seorang Budi Isroni
Bagi sebagian orang, masa lalu adalah kenangan. Atau dalam
bahasa yang lebih elegan, masa lalu adalah sejarah. Apa yang pernah terjadi dimasa lalu di sebuah
kehidupan adalah pengisi ruang dan waktu yang telah dijalani.
Namun, cerita-cerita yang ada di masa lalu, bagi penulis
selalu menarik untuk diingat. Bukan soal suka atau dukanya. Namun penulis
melihat hikmah dan pelajaran dari apa yang pernah dialami. Sepenggal masa, 1
April 2003 – 30 April 2010, Penulis melaluinya dengan status sebagai seorang
karyawan/staf lapangan di Grup Incasi Raya. Dalam rentang waktu 7 tahun 1 bulan
itu ada begitu banyak cerita yang sayang jika dilupakan begitu saja. Untuk itu
penulis menghadirkannya kembali dalam bentuk Kumpulan Cerita di Incasi Raya.
Sekilas tentang Incasi Raya, adalah sebuah grup usaha
perkebunan (khususnya sawit) dan industry pengolahannya. Dengan kantor pusat
diKota Padang, Incasi Raya memiliki begitu banyak anak perusahaan dengan kebun
yang tersebar di pulau Sumatera dan Kalimantan. Penulis bekerja di perusahaan
ini mulai dari status trainee assistant, supervisor dan assistan hingga menjadi
seorang Manajer Divisi, dari empat lokasi yang berbeda. Nah, berikut ini ada
beberapa cerita dari pengalaman pribadi penulis selama bekerja disana yang
ditulis kembali seingatnya dan dalam bahasa yang sekenanya.
Mengapa memilih Incasi Raya?
Besar dari lingkungan keluarga Pegawai
Negeri Sipil dengan latar belakang kehidupan tani, membawa penulis pada minat
menekuni bidang pertanian. Selepas SMA di Kerinci, menulis melanjutkan
pendidikan ke Fakultas Pertanian USU, Medan. Jurusannya Ilmu Tanah, secara
kelakar, karena ingin jadi juragan tanah. (Hmmm…
kapan ya akan terwujud?)
Puas mencoba bekerja di beberapa
perusahaan, pilihan akhirnya jatuh pada Incasi Raya. Meski dengan standar gaji
dan manajemen kepegawaian yang tak se-bonafid perusahaan lain, kedekatan jarak
dari kerinci menjadi alasan utama memilih. Beberapa unit kebun berlokasi di
Pesisir selatan dan Solok Selatan saat ini. Jadi, sama Kerinci kan tetanggaan.
Sejak 1 Mei 2003 aku di tempatkan di
Kebun Bulangan Estate, PT. SMP Sitiung IV, Kabupaten Dharmasraya saat ini. Aku
diberi jabatan Supervisor Pemupukan. 4 Juni 2003, sebuah panggilan untuk
seleksi penerima beasiswa dari IIEF Jakarta datang. Di sisi lain kabar adanya penerimaan CPNS di
beberapa Departemen juga berhembus. Aku sedikit bingung lagi. Kuputuskan untuk
meminta pendapat atasan langsungku, Divisi manajer, Aldi wardana namanya. Sejauh penuturanku, sepanjang
keluh-kesahku, pak Aldi hanya menjawab singkat : “Tanya hatimu, ingin di kebun
ini meski baru bekerja sebulan atau memilih jalan lain”. Hufff… Akhirnya
kupastikan untuk bertahan.
Untung ada sinyal.
Di Kebun Bulangan Estate aku diserahi
tanggungjawab mengelola pemupukan Divisi VIII. Secara luasan, Divisi ini jauh
lebih kecil dibandingkan divisi lainnya. Namun secara kondisi medan, jangan
ditanya deh… Disini umumnya areal berbukit terjal. Setidaknya ada 4 bukit yang
cukup ternama, Bukit Bulangan, Bukit Cinta, Bukit Tower dan Bukit kaca.
Letaknyapun berada di ujung barat areal kebun keseluruhan. Sisi kiri kanannya
adalah hutan primer, tempat masayarakat mencari kayu balok dimasa itu. Soal
jalan? Wah, sebagian sangat licin ketika hujan karena bertanah liat namun
sebagian lainnya sangat berbahaya ketika kemarau karena bertanah pasir cadas.
Sebagai staf lapangan, aku diwajibkan
untuk tinggal di basecamp yang ada di lokasi. Soal hiburan, gak ada karyawan
yang punya televise ataupun televise umum milik perusahaan. Sebab, genset
pembangkit listriknya saja belum dipasang. Jadi, kalo malam hanya bercahayakan
pada ‘lampu cogok’ yang dibuat sendiri. Ketika pagi hari, lubang hidung akan
menghitam karena asap yang terhirup.
Aku staf. Aku membawahi beberapa
mandor dan karyawan. Namun, karena masih bujangan pikiran untuk bertahan
bekerja dengan kondisi yang sangat seadanya kembali dipertanyakan. Hari
berganti minggu, minggu berganti bulan. Hampir enam bulan disana rasa tak betah
mulai memuncak. Maklum, tidak ada komunikasi dengan dunia luar, keluarga atau…
pacar. Hanya dibekali Handy talky, itulah satu-satunya sarana komunikasi yang terbatas
untuk sesama rekan kerja atau ke atasan. Jika mau jumpa atau bicara dengan
keluarga atau si dia, terpaksa nunggu izin cuti untuk pulang kampong. Huhhh,
anak muda mana tahan kalo gak telponan dan kabar-kabaran.
Sebuah sore yang cerah, aku duduk di tower
dengan hati yang mendung. Dari sini terlihat puncak gunung kerinci, kawasan
gunung medan dan hamparan arah ke Bungo. Genting. Aku ingin memutuskan untuk
berhenti. Angkat bendera putih. Benar-benar gak sanggup menjadi ‘orang hutan’
seperti ini. Yap, aku ingin berhenti. Mungkin besok atau diawal bulan selepas
gajian.
Tak lama, terdengar sebuah hardtop.
Perlahan, mulai Nampak mobil dobel garden itu mendaki kea rah bukit tower,
tempatku bermenung saat itu. Aku tahu, ini mobilnya Manajer Plasma, Pak Dayat
namanya. Setelah bertegur sapa, beliau mengeluarkan sebuah ponsel dari sakunya.
“woi, ada sinyal di sini”, teriaknya. Hah? Sinyal ponsel? Ternyata benar,
dipuncak bukit ini ada sinyal ponsel. Lalu aku? Baiknya gak jadi aja
berhentinya.
Tak ada motor, traktorpun jadi.
Janji memang paling mudah diucapkan
karena si lidah tak bertulang. Namun soal pembuktiannya, tunggu dulu. Awalnya
sih dijanjikan sepeda motor sebagai fasilitas yang disediakan perusahaan.
Kenyataannya, di tingkat manajemen lokasi selalu diundur-undur diberikan dengan
berbagai alasan.
Tetapi, kerja harus tetap berjalan.
Orang muda tidak boleh lemah semangat. Namun dengan kondisi lokasi yang
sedemikian ekstrim, mampukan di awasi hanya dengan berjalan kaki?
Tak ada sepeda motor inventaris apa
lagi mobil. Namun bukankah masih ada traktor? Selepas mendistribusikan pupuk di
pagi hari mereka kan nganggur nunggu siang harinya untuk memuat TBS. waktu
kosong mereka itu bias dimanfaatkan. Nah, jadilah kendaraan dengan empat roda
yang besar-besar jenis Massey Ferguson
itu sebagai kendaraan operasional seorang asisten lapangan. Kubawa kesana
kemari untuk mengawasi pekerja. Mendebarkan namun mengasyikkan. Ini berlangsung
hampir selama 8 bulan hingga sepeda motor untukku benar-benar diserahkan.
Comments
Post a Comment