SUSUNAN PETITIH ADAT KERINCI (Bagian 1)




Berbicara tentang adat istiadat Kerinci sungguh tidak pernah membosankan. Negeri ini begitu istimewa dari banyak segi. Dari sisi pemerintahan, negeri ini ternyata telah beratus tahun menerapkan system demokrasi, sehingga tidak dikenal ‘person’ yang menjadi Raja di Kerinci. Para Depati yang mengajun-mengarah menjalankan pemerintahan adat merupakan hasil pilihan bersama. Selain itu, Kerinci merupakan negeri yang telah mempunyai tata cara adat istiadat sendiri sebelum negeri-negeri tetangganya, yaitu minangkabau dan Jambi. Namun, dalam hal-hal tertentu sisi positif dari adat kedua negeri tersebut dimasukkan dalam khazanah budaya kerinci.
Berikut ini adalah sebuah tulisan, penulis hanya menyalin kembali dari apa yang sudah ada. Namun sungguh sayang, dari siapa penulis mendapat tulisan ini tidak diketahui secara pasti, hanya ingat didapat pada tahun 2001, sehingga ada banyak hal yang ingin ditanyakan tidak kesampaian.
Susunan petitih adat Kerinci adalah hasil dari pada beberapa Kali kerapatan, yaitu  :
1.   Rapat pertama diselenggarakan di Bukit Jambak Perban Besi. Dalam rapat ini disusun petitih adat yang sampai sekarang di kenal dengan nama Emas Se Emas  [Meah Sa Ameah].

2.   Rapat kedua di laksanakan di Bukit Anggang Takuluk  Tanjung Simalidu, yaitu perbatasan daerah Minangkabau dengan Jambi.
Di samping orang kerinci ,kerapatan ini di hadiri oleh Perpatih Nan Sebatang dari Minangkabau dan Pangeran Temenggung Kabul di Bukit dari Jambi
Kedua nya ingin mengembangkan adat istiadatnya di daerah Kerinci, namun Emas Se Emas yang telah ada di Kerinci tetap dapat bertahan, bahkan sampai sekarang tetap dipakai sebagai hokum adat di Kerinci.
Pepatah Kerinci menyatakan : “Turun Undang dari Minangkabau, balik ke Minangkabau. Naik Taliti dari Jambi, balik ke Jambi”.
Sering juga disebut : Undang dan batali galeh, Taliti nan batali semat.
Atau di sebut juga : undang nan bagaleh , taliti nan babiduk. 
Jadi undang yang turun dari Minangkabau  balik ke Minangkabau dan
Taliti yang naik dari Jambi balik ke Jambi ,syara yang ada di Kerinci sendiri membubung ke langit ,tinggal emas yang se emas menjadi hukum adat di Kerinci.
Dalam kerapatan  itu di putuskanlah :
“ Emas se Emas pegangan Depati Alam Kerinci , Emas dua puluh pegangan Bathin nan Sembilan, kepeng sa kepeng dibagi tiga :
Sepertiga jatuh ke Renah Bukit Angin, menjadi gajah putih di seberang laut (Jambi)
Sepertiga dibuang ke Alam Minangkabau, menjadi buaya kumbang di Pagaruyung
Sepertiga tinggal di Renah Alam Kerinci, menjadi Nyalo Sakti Bergombak Emas atau Emas Rajo Emas Jenang
Walaupun undang balik ke Minangkabau, taliti balik ke Jambi dan syarak membubung ke langit, dari ketiganya diambil juga inti-intinya oleh Orang Kerinci, seperti halnya pepatah menyatakan :
“Lembaga tidak jadi kalau tidak dengan undang, undang tidak jadi kalau tidak dengan taliti”
Meneliti haruslah menurut adat yaitu adat yang bersendi syara’, syara’ yang bersendi Kitabullah.

3.   Rapat ketiga dilaksanakan di Tanah Selembubu, Kerinci Rendah, yaitu perbatasan antara Kerinci dan Jambi.
Keputusan yang diperoleh dalam rapat itu adalah menetapkan Depati Nan Bertujuh di Kerinci, yaitu :
A.                 Empat orang Depati menguasai Kerinci Tinggi, yaitu daerah Kabupaten Kerinci Sekarang (termasuk Kota Sungai Penuh-saat ini). Keempat Depati itu adalah :
1)   Depati Atur Bumi di Hiang
2)   Depati Muaro Langkap di Temiai
3)   Depati Rencong Telang di Pulau Sangkar
4)   Depati Biang Sari di Pengasi
B.         Tiga Orang di baruh, Kerinci Rendah, yaitu daerah-daerah di Kabupaten Merangin dan Sarolangun (?) sekarang ini. Ketiganya adalah :
1)   Depati Setio Rajo di Lubuk Barung (Lubuk Gaung?)
2)   Depati Setio Beti di Nalo
3)   Depati Setio Nyato di Tanah Renah

Dengan menghanguskan kerbau Sembilan ekor dan beras seratus gantang maka dibuatlah aturan-aturan tersebut dan dibagilah daerah kekuasaan masing-masing, yakni :
a.    Depati Atur Bumi, daerah Tebing Tinggi terus ke Arus Dalam, sebelah Daun Setiung dan Lago Seli, terus ke Pauh Masam Sebelah terus ke Ladeh Gunung Berapi: berbatas dengan Tuanku Bergombak Putih Berjanggut Merah, tinggal di Sungai Pagu.
b.   Depati Muaro Langkap, dari Temiai terus ke Pangkalan Jambu.
c.    Depati Rencong Telang, dari pulau Sangkar terus ke Aur Telentang Aur Liki.
d.   Depati Biang Sari, dari Pengasi terus ke Serampas Rendah Serampas Tinggi.

Adapun yang mengatur semua ini adalah ‘ketua’ perutusan Kerinci yang bernama Malin Dayat, cucu Depati Terawang Lidah dari Hiang. Oleh karena ia yang mengatur semua itu, ia mendapat gelar Depati Atur Bumi karena ia yang mengatur Bumi Kerinci.
Menurut Tambo yang disimpan oleh Depati Agung di Hiang, disebutkan bahwa : “setelah enam kali daulat yang dipertuan, diaturlah tanah sebelah kiri Batu Lancung dan Tanjung medan dan Bukit Balewang lalu ke Bukit Sementari, ialah sekeping tanah diletakkan tiga orang menunggunya”
Dalam tambo itu disebutkan juga nama-nama penunggu tanah sebelah kiri, yaitu :
a.    LeloParmato di Muaro Kunci Pengasi, mendapat gelar Depati Biang Sari
b.   Intan Permato di Pulau Sangkar, mendapat gelar Depati Rencong Telang
c.    Sirujam Angin di Temiai mendapat gelar Depati Muaro Langkap
Ketiga Depati ini disebut Depati Tiga Helai Kain.

Setelah selesai aturan ini dibuatlah aturan yang kedua, yaitu :
“Dari Koto Tinggi, Lubuk Tubo-Tubo dan Koto Pandan lalu ke Mudiknya Koto Limau Sering dan Tebing Tinggi, Pendung Semurup, yaitu Enam Latih, tiga sebelah kanan menghadap ke mudik, tiga sebelah kiri siap menunggu”.
Pembagian tiga sebelah kanan menghadap ke mudik adalah :
a.    Dayang Ramayah di Tebat Tinggi
b.   Dayang Bungo Alam di Talang Baneo
c.    Mangku Agung di Tebing Tinggi Semurup
Pembagian tiga sebelah kiri siap menunggu adalah :
a.    Encik Parmato di Koto Pandan
b.   Oenggoek (ungguk?) di Koto Beringin
c.    Pajinak di Koto Limau Manis

Oleh Depati Atur Bumi dibuat lagi aturan sebagaimana yang disebutkan didalam tambo sebagai berikut :
“setelah lima belas kali keturunan Depati Atur Bumi, maka dibuata mendapo tujuh buah karena telah banyak anak cucu yang memegang larangan kecil larangan besar dalam satu-satu mendapo”.
Pembagian tersebut adalah :
1.   Depati satuo di Kemantan
2.   Depati Atur Bumi di Hiang
3.   Depati Mudo di penawar
4.   Depati Tujuh di Sekungkung
5.   Depati Mudo di Rawang
6.   Depati Kebalo Sembah di Semurup
7.   Depati Sirah Mato di seleman
Akhirnya pembagian tersebut menjadi delapan, dimana rawang mendapat dua, sehingga menjadi “Tiga di Mudi Empat Tanah Rawang, Tiga di Hilir Empat Tanah Rawang”
a.    Tiga di Mudik Empat tanah Rawang :
1.   Depati Setuo di Kemantan
2.   Depati Kebalo Sembah di Semurup
3.   Depati Tujuh di sekungkung
4.   Depati Mudo di Rawang
b.   Tiga di Hilir Empat Tanah Rawang :
1.   Depati atur Bumi di Hiang
2.   Depati Mudo di Penawar
3.   Depati Sirah Mato di Deleman
4.   Depati Niat di Rawang

Maka berdirilah waktu itu pemerintahan Depati empat delapan Helai Kain. Pada masa itulah kedatangan seorang sakti dari Palembang bernama Tiang Bungkuk yang mengajak Depati Empat delapan Helai kain menentang Pemerintahan Jambi. Tiang Bungkuk melarikan diri ke Kerinci karena kecewa tidak diangkat menjadi Raja Jambi oleh Raja Palembang.
Selanjutnya terjadi kerenggangan hubungan antara Raja Jambi dengan Depati Empat – Delapan Helai Kain. Tetapi Tiang Bungkuk dapat ditangkap dan dibunuh oleh Raja jambi dengan menggunakan keris milik Tiang Bungkuk sendiri. Letak kuburannya dirahasiakan, tidak diketahui oleh siapapun. Hal ini sebab sewaktu akan mati Tiang Bungkuk sempat bersumpah bahwasanya siapapun anakm cucunya yang mandi diatas kuburannya akan menjadi sakti seperti halnya ia.

bersambung (Bagian 2)

Comments